Assalamu’alaikum..
Mengutip dari Kajian Dzuhur kemarin, ada dua topik menarik yang dibahas , semoga bermanfaat.
Tidak Berlebihan dalam Ibadah
Kajian Dzuhur kali ini disampaikan oleh Ustadz Muhsinin Fauzi tentang Al iqtishadu fith tho'ah, atau tidak berlebihan dalam ibadah, bersumber dari Riyadush Shalihin dari Imam Nawawi.
Rujukan dari hal ini adalah dari Surat Thaha yang berarti “Tidaklah Al Qur'an diturunkan untuk menyusahkan”. Al Qur’an diturunkan untuk membahagiakan baik di Dunia maupun di Akhirat.
Dalam hadits dari Aisyah diriwayatkan bahwa Rasulullah masuk ke rumah Aisyah (rumah Aisyah adalah yang sekarang menjadi kuburan Rasulullah, Rasulullah meninggal di rumah Aisyah dan Rasulullah dimakamkan di mana beliau meninggal). Pada waktu itu di rumah Aisyah ada seorang wanita. Rasulullah pun bertanya, siapa dia. Aisyah menjawab, dia fulanah, dan dia banyak shalatnya. Rasulullah lalu berkata, jangan begitu (karena Rasulullah merasa bahwa yang dilakukan wanita tersebut melebihi yang seharusnya), lakukanlah sesuai kemampuan. Demi Allah, Allah tidak akan bosan sampai kalian bosan. Dan dalam perkara agama, yang Allah sukai adalah yang dilakukan secara kontinu (HR Bukhari Muslim).
Dari hadits tersebut, dapat dipelajari bahwa jika suami melihat ada tamu sedang berbicara dengan istrinya, walaupun tamu itu sama-sama perempuan, ia boleh bertanya siapa tamu tersebut. Selanjutnya, bahwa makruh berlebihan dalam ibadah, karena khawatir menyebabkan kejenuhan dan futhur (malas setelah sebelumnya semangat). Dijelaskan juga bahwa Allah tidak bosan, dalam arti bahwa sepanjang orang melakukan ibadah, Allah tidak akan bosan memberikan nilai bagi orang tersebut. Dan ketika orang itu berhenti beribadah (orang tersebut yang bosan), maka Allah akan berhenti memberikan nilai. Maka yang harus dijaga adalah keberlanjutan.
Selanjutnya hadits dari Anas, bahwa ada tiga orang yang datang ke rumah istri Rasulullah, karena ingin mengetahui ibadah Rasulullah di rumah. Mereka melihat bahwa Rasulullah shalat tetapi juga tidur, puasa tetapi juga berbuka, beribadah tetapi juga menikah. Lalu mereka berkata, mengapa hanya sedemikian ibadah seorang Nabi? Maka Rasulullah datang dan berkata, apakah kalian yang mengatakan begini dan begitu? Ketahuilah bahwa yang paling bertakwa adalah aku, dan mereka yang membenci sunnahku, adalah bukan golonganku (HR Bukhari).
Islam menyarankan umatnya untuk menikah, tidak menyarankan hidup menyendiri. Dan makruh untuk qiyamul lail sepanjang malam, juga makruh untuk puasa terus menerus.
Para sahabat pernah membuat tali untuk berpegangan ketika mengantuk dalam shalat malam. Rasulullah pun memerintahkan untuk membuka tali tersebut, agar sahabat tidak memaksakan diri, dan memberikan hak untuk badannya.
Dalam satu riwayat dikisahkan tentang Salman dan Abu Darda yang telah dipersaudarakan oleh Rasulullah. Suatu hari Salman berkunjung ke rumah Abu Darda. Ketika berjumpa dengan Ummu Darda, dilihatnya Ummu Darda mengenakan pakaian yang lusuh. Salman pun bertanya, mengapa bajunya lusuh. Ummu Darda menjelaskan bahwa Abu Darda adalah orang yang tidak membutuhkan dunia. Ketika Abu Darda datang, ia pun membuatkan makanan untuk Salman, dan memintanya untuk makan, sambil menyampaikan bahwa ia tidak ikut makan karena sedang berpuasa. Salman pun berkata bahwa ia tidak akan makan sampai Abu Darda makan. Maka Abu Darda pun berbuka puasa dan makan bersama Salman. Ketika malam tiba, Abu Darda akan melakukan qiyamul lail, dan ia meminta Salman untuk tidur. Salman meminta Abu Darda untuk tidur. Ketika sebentar kemudian Abu Darda terbangun dan akan melakukan qiyamul lail, Salman kembali memintanya untuk tidur. Sampai tiba akhir malam, Salman membangunkan Abu Darda dan mereka shalat qiyamul lail secara berjamaah. Salman pun berkata bahwa Rabb mu punya hak, dirimu punya hak, keluargamu punya hak. Tunaikan bagi masing-masing hak masing-masing.
Dari riwayat ini kita bisa memahami bahwa orang yang sedang berpuasa sunnah boleh membatalkan puasanya walaupun bukan karena terpaksa, berbeda dengan puasa wajib. Kemudian, waktu utama untuk qiyamul lail adalah pada akhir malam. Dan bahwa ada hak istri atas suaminya. Serta bahwa seseorang boleh dilarang untuk melakukan hal yang sunnah, jika sampai mengabaikan hak.
Puasa 3 hari tengah bulan sama nilainya seperti puasa setahun penuh. Puasa semaksimal mungkin adalah puasa Daud.
Pernah ada seorang menghadap ke Rasulullah dan mengatakan bahwa ia mengkhatamkan Al Qur'an setiap malam. Rasulullah berkata, khatamkanlah dalam sebulan. Tapi ia bisa lebih cepat dari itu, Rasulullah katakan khatamkan dalam 20 hari. Tapi ia bisa lebih cepat dari itu, Rasulullah katakan khatamkan dalam 10 hari. Tapi ia bisa lebih cepat dari itu, Rasulullah katakan khatamkan dalam 7 hari. Tapi ia bisa lebih cepat dari itu, Rasulullah katakan tidak akan paham seseorang kecuali mengkhatamkan paling cepat dalam 3 hari.
Adapula seseorang yang berdiri di tengah panas, karena ia telah bernadzar untuk berdiri, tidak akan duduk, tidak akan berbicara, tidak akan berteduh, dan akan berpuasa. Maka Rasulullah pun memerintahkan ia untuk bicara, berteduh, duduk dan melanjutkan puasanya.
Dari riwayat tersebut dapat dipelajari bahwa suatu nadzar dapat dihentikan jika bukan merupakan nadzar yang benar (berdiri di tengah panas, tidak bicara, tidak berteduh). Nadzar harus dilanjutkan jika berupa nadzar yang benar (berpuasa, I’tikaf).
Bagaimana Jika HP Berbunyi Ketika Kita Shalat?
Seringkali dalam shalat berjamaah di mushalla atau masjid, ada jamaah yang terlupa mematikan HP-nya, dan akhirnya berdering sepanjang shalat, dan membuat semua jamaah menjadi terganggu. Apa lagi nada dering HP sekarang ini sudah beraneka ragam, dari aneka jenis lagu, sampai aneka jenis suara lainnya
Apa yang seharusnya kita lakukan?
Siang tadi Ustadz Muhsinin Fauzi menjelaskan tentang hal ini. Bahwa pada dasarnya lupa adalah sifat yang sangat manusiawi. Dan jika kasus ini terjadi, kita boleh dalam shalat mengambil HP tersebut (dari kantong, tas, di depan kita), dan mematikannya. Atau bisa juga kita menerima panggilan tersebut (dalam arti meng-accept call-nya) tetapi tentunya kita tidak perlu berbicara. Harapannya, ketika penelepon mendengar suara-suara takbir dari HP yang dihubunginya, dia mengerti bahwa orang yang dihubungi sedang melaksanakan shalat.
Apa dasar dari hal ini?
Hal ini merujuk pada riwayat bahwa Rasulullah pernah sedang shalat sunnah di depan pintu, lalu Aisyah mengetuk pintu tersebut. Rasulullah pun membuka pintunya dan melanjutkan shalatnya.
Riwayat kedua adalah ketika Rasulullah dan para sahabat sedang shalat berjamaah, padahal waktu itu bukan waktu shalat. Asma’ yang baru datang pun bertanya pada para sahabat yang sedang shalat. Aisyah lalu menjawab dengan mengangkat jarinya dan menunjuk ke langit, mengisyaratkan bahwa shalat yang dilakukan adalah shalat gerhana.
Dari kedua riwayat tersebut, maka pada dasarnya dalam shalat kita dibolehkan melakukan hal di luar shalat, jika memang mendesak.
Seperti juga ketika kita sedang flu berat, sehingga sering keluar cairan dari hidung (baca: Ingus Hehehe...), walaupun sudah dibersihkan ketika wudhu. Demi kenyamanan pribadi dan kekhusyukan shalat dianjurkan untuk tidak menghisap cairan hidung tersebut terus menerus sehingga menimbulkan suara dan dikhawatirkan mengganggu kekhusyukan jamaah yang lain, maka kita boleh menggunakan tisu untuk mengusap cairan yang keluar dari hidung.
Rujukan kedua ini adalah dari Surat Al Baqarah ayat 185 : “Allah menghendaki terhadap kalian kemudahan”. termasuk dalam halnya beribadah, tentunya dengan tidak mengurangi syariat yang diajarkan.
Namun sesungguhnya Ayat ini berkaitan dengan puasa, khususnya bagi musafir, yang dibolehkan untuk tidak berpuasa dengan meng'qadha puasanya di hari lain.
0 komentar:
Posting Komentar