Banyak hal atau cerita yang mengilhami dan bisa mengubah hidup seseorang untuk berhijrah mengenakan Hijab, sampai saat ini begitu banyak cerita yang saya dengar dibalik peristiwa hijrahnya kawan dan kerabat untuk kembali kepada fitrahnya wanita yaitu mengenakan Hijab/Jilbab, dari yang hanya ikut ikutan sampai pada kisah yang monumental dalam kehidupan mereka begitupun saya.
Saya sendiri memutuskan untuk hijrah mengenakan Hijab/Jilbab, berawal dari
kekaguman saya pada seorang akhwat yang entah kenapa ketika dipandang selalu terlihat bersahaja, lembut dan wajahnya teduh menyenangkan walau tanpa riasan. Dan keinginan untuk mengenakan Hijab itu semakin kuat manakala pada suatu waktu di penghujung tahun 2008, ketika saya dan ibu menghadiri acara I'tikhaf Akbar Pergantian Tahun di Masjid Sunda Kelapa, semua rundown acara beribadah saya ikuti, namun hati ini masih biasa-biasa saja, sampai pada sesi mendengarkan tausiyah salah seorang ustadz yang mengusung tema tentang pernikahan menurut syariah islam, dan ada perkataan ustadz yang sudah sering saya dengar sebenarnya tapi kok jadi begitu mengena dihati kala itu (kalo kata bahasa gaholnya mah Jleb banget :D ), tertegun dengan kalimat "Laki-laki yang baik hanyalah untuk wanita yang baik pula". Seketika itu antara pendengaran, fikiran dan hati langsung terkoneksi dan getarannya dahsyat di hati, tuing..tuing..tuing..(halah...ga enak banget yak, getaran kok bunyinya tuing tuing :D ) berkatalah dalam hati "Waaah berarti kalo saya mau dapet jodoh yang baik harus perbaiki diri dulu biar Allah berkenan beri jodoh yang terbaik untuk dunia dan akhirat saya".
Sepulangnya dari masjid kalimat itu masih teringat sampai beberapa hari kedepan, seolah menjadi reminder kalo saya belum melakukan apa-apa untuk perbaikan diri. Hari demi hari berganti, Alhamdulillah hati ini tergerak untuk memantapkan diri mengenakan jilbab, dengan harapan kalo saya pake Hijab setidaknya saya sudah berusaha mengikuti perintah Allah, pedekate sama Allah biar Allah kenal dan mencurahkan kasih sayangnya sama hamba-Nya yang satu ini (kan ada peribahasa tuh tak kenal maka tak sayang hehehe..) setidaknya kalo udah kenal ngarep Doa saya didengar dan di Ijabah Allah baik sesuai dengan permintaan saya ataupun sesuai pilihan-Nya, tapi idealnya sih agar kita tidak kecewa dikemudian hari maka mohonlah dipilihkan menurut pilihan-Nya. Kalo kata ustadz sih comblang terbaik didunia ini hanyalah Allah, karena pilihan Allah pastilah yang terbaik, pilihan orang tua atau diri sendiri pun bisa saja keliru, tapi pilihan Allah tak mungkin keliru tinggal gimana kita memantaskan diri dalam menjemput jodoh yang terbaik yang Allah pilihkan, dan cara kita dalam menjemput jodoh merupakan salah satu penentu kualitas jodoh yang akan Allah pilihkan.
kekaguman saya pada seorang akhwat yang entah kenapa ketika dipandang selalu terlihat bersahaja, lembut dan wajahnya teduh menyenangkan walau tanpa riasan. Dan keinginan untuk mengenakan Hijab itu semakin kuat manakala pada suatu waktu di penghujung tahun 2008, ketika saya dan ibu menghadiri acara I'tikhaf Akbar Pergantian Tahun di Masjid Sunda Kelapa, semua rundown acara beribadah saya ikuti, namun hati ini masih biasa-biasa saja, sampai pada sesi mendengarkan tausiyah salah seorang ustadz yang mengusung tema tentang pernikahan menurut syariah islam, dan ada perkataan ustadz yang sudah sering saya dengar sebenarnya tapi kok jadi begitu mengena dihati kala itu (kalo kata bahasa gaholnya mah Jleb banget :D ), tertegun dengan kalimat "Laki-laki yang baik hanyalah untuk wanita yang baik pula". Seketika itu antara pendengaran, fikiran dan hati langsung terkoneksi dan getarannya dahsyat di hati, tuing..tuing..tuing..(halah...ga enak banget yak, getaran kok bunyinya tuing tuing :D ) berkatalah dalam hati "Waaah berarti kalo saya mau dapet jodoh yang baik harus perbaiki diri dulu biar Allah berkenan beri jodoh yang terbaik untuk dunia dan akhirat saya".
Sepulangnya dari masjid kalimat itu masih teringat sampai beberapa hari kedepan, seolah menjadi reminder kalo saya belum melakukan apa-apa untuk perbaikan diri. Hari demi hari berganti, Alhamdulillah hati ini tergerak untuk memantapkan diri mengenakan jilbab, dengan harapan kalo saya pake Hijab setidaknya saya sudah berusaha mengikuti perintah Allah, pedekate sama Allah biar Allah kenal dan mencurahkan kasih sayangnya sama hamba-Nya yang satu ini (kan ada peribahasa tuh tak kenal maka tak sayang hehehe..) setidaknya kalo udah kenal ngarep Doa saya didengar dan di Ijabah Allah baik sesuai dengan permintaan saya ataupun sesuai pilihan-Nya, tapi idealnya sih agar kita tidak kecewa dikemudian hari maka mohonlah dipilihkan menurut pilihan-Nya. Kalo kata ustadz sih comblang terbaik didunia ini hanyalah Allah, karena pilihan Allah pastilah yang terbaik, pilihan orang tua atau diri sendiri pun bisa saja keliru, tapi pilihan Allah tak mungkin keliru tinggal gimana kita memantaskan diri dalam menjemput jodoh yang terbaik yang Allah pilihkan, dan cara kita dalam menjemput jodoh merupakan salah satu penentu kualitas jodoh yang akan Allah pilihkan.
Setelah itu banyak berdoa mohon tuntunan Allah agar saya dapat mempelajari agama Islam dengan lebih baik lagi, karena sekarang ini banyak umat muslim yang perilakunya tidak Islami, dan efek dari perilaku beberapa orang tersebut berakibat buruknya prasangka orang tentang agama Islam. Sejatinya memang hidup adalah proses pembelajaran tanpa henti, tapi belajar untuk menjadi insan lebih baik itu memerlukan proses yang tak instan bahkan sampai beberapa tahun saya mengenakan Hijab ternyata masih banyak Pe-eR bebenah diri yang masih harus diperbaiki, sampai akhirnya perlahan Hijab itu mengubah sudut
pandang saya tentang beberapa hal, tentang etika muslimah dalam bergaul,
berbicara, bersikap dan beribadah, apa yang dilarang dan apa yang diperkenankan, untuk apa cantik dimata manusia tapi tidak dimata Allah, dan bagi saya hal yang tersulit waktu itu adalah memutuskan untuk tidak pacaran lagi (bagian yang ini dari Hati banget niy:D )
Dulu
saya pacaran, ketika dengan pacar terakhir saya sudah mengenakan hijab, sampai akhirnya saya memilih untuk putus saja. Bukan
karena kita ada masalah, tapi karena saya takut sama Allah, karena menurut Allah pacaran adalah salah satu perbuatan yang mendekati zina.
Mengambil keputusan ini membutuhkan niat besar dan ketegasan. Bagaimana pun pedih dan berat hati ini namun kuyakin akan bisyarah ( kabar gembira ) Allah SWT, walau tak mudah untuk melewati awal perjalanan hati.
Dan adapun
orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari
keinginan hawa nafsunya, maka sungguh Surga-lah tempat tinggal (nya) (An Nazi’at: 40)
“Surga balasannya, Itu janji Allah. Dan Allah tidak pernah mengingkari janji”.
Kalaupun nanti kita
bisa dekat lagi, saya ingin tidak dengan pacaran *Nikah*
Aiiish cuit cuit, jadi inget satu kalimat yang mengingatkan saya dibalik tanda asterik itu, ketika dahulu kala di jaman jahiliyah hihihi..kami asyik (pacaran) di chat sambil bercanda, saya mengunakan tanda * dalam obrolan kami ( biasanya tanda *asterik digunakan untuk keterangan promo pengecualian ), dia membalas dengan so sweet nya "tapi kalo asterik yang ini Insya Allah gak berubah dan hanya kehendak Allah yang hanya bisa merubah". Aamiin Insya Allah, ucapku dalam Hati.
Aiiish cuit cuit, jadi inget satu kalimat yang mengingatkan saya dibalik tanda asterik itu, ketika dahulu kala di jaman jahiliyah hihihi..kami asyik (pacaran) di chat sambil bercanda, saya mengunakan tanda * dalam obrolan kami ( biasanya tanda *asterik digunakan untuk keterangan promo pengecualian ), dia membalas dengan so sweet nya "tapi kalo asterik yang ini Insya Allah gak berubah dan hanya kehendak Allah yang hanya bisa merubah". Aamiin Insya Allah, ucapku dalam Hati.
Tapi apapun itu sekalipun kami pacaran secara sehat, tapi itu semua ( deket-deketan, mesra-mesraan, berduaan, pegangan tangan ) adalah perangkap setan dengan memberikan kebahagiaan semu untuk menjerumuskan Hamba-Nya, agar kita terlena dalam Zina. Naudzubillah...
Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al Isra’ [17] : 32)
Itulah bunyi salah satu ayat dalam surat cintaNya untuk kita. Begitu sayangnya Allah Subhanahu Wata’ala terhadap kita, sehingga Allah memperingatkan kita untuk tidak mendekati zina. Begitu besarnya kerusakan dan kehancuran yang bisa dihasilkan oleh suatu perzinahan, sehingga mendekatinya pun kita dilarang oleh Allah.
Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al Isra’ [17] : 32)
Itulah bunyi salah satu ayat dalam surat cintaNya untuk kita. Begitu sayangnya Allah Subhanahu Wata’ala terhadap kita, sehingga Allah memperingatkan kita untuk tidak mendekati zina. Begitu besarnya kerusakan dan kehancuran yang bisa dihasilkan oleh suatu perzinahan, sehingga mendekatinya pun kita dilarang oleh Allah.
Walau masih banyak perempuan-perempuan yang mengenakan Hijab lebih
memilih untuk mencicipi cinta sebelum waktunya, dibandingkan Sang Maha Pemilik Cinta, lalu tergiur dan
menikmatinya sehingga terlupa akan jati dirinya, akan izzah yang dijaga
selama ini.
Terlupa dan tidak bertindak..
Nah mumpung baru beberapa bulan pacaran, daripada terlena dan terlupa dalam kebahagiaan semu, lebih baik disudahi saja, walau ga ikhlas pada awalnya. Berat tapi harus !
Nah mumpung baru beberapa bulan pacaran, daripada terlena dan terlupa dalam kebahagiaan semu, lebih baik disudahi saja, walau ga ikhlas pada awalnya. Berat tapi harus !
Apa rasanya harus berpisah dengan seseorang yang mencintai kita dan kita pun mencintainya?
Cinta
yang menjadikan Juliet rela menenggak racun menyusul Romeo. Atau
seperti cinta sahabat saat membersamai Kekasih Allah meregang
nyawa…atau…?
Apa rasanya harus berpisah dengan seseorang yang mencintai kita dan kita pun mencintainya?
Saat
sama-sama mengetahui bahwa kebenaran sudah jelas, kebatilan pun sama
jelasnya. Tapi hati terlanjur terpaut karena cinta yang membutakan
kebatilan menjadi kebenaran.
Apa rasanya harus berpisah dengan seseorang yang mencintai kita dan kita pun mencintainya?
Saat
menunggu orang yang kita cinta mengakhiri semua kebahagiaan semu ini,
namun dia tidak jua mengambil keputusan (Nikah belum mampu, putus juga ga mau). Seraya mengadu padaNya untuk
meluruskan hatinya karena semakin lama semakin menyesakkan dada. Sesak
akan kebenaran yang ingin diperjuangkan. Sesak karena ada cinta yang
lebih hakiki menyelusup di setiap relung-relung kalbu.
Aku meminta maaf karena telah membuatnya merana dan tersiksa pada awalnya.
Tapi
aku bangga, sangat bangga dengannya karena ia mampu membantuku berusaha
menjadi wanita yang lebih baik, lebih solehah dan tetap istiqomah di jalan-Nya,Insya Allah.
Bebaskan hambaMu dari belenggu ini Yaa Rabb.
Lalu akhirnya, kata pemisah itu terucap.
Dan nikmat Allah yang manakah yang Aku dustakan setelahnya?
Nikmat
yang mana lagi? Kenikmatan saat berdua saja dengan orang yang kita
cintai dan mencintai kita namun mendahului ikrar yang kuat itu? Atau
ketika kita bisa menahan diri sampai tiba saatnya?
Dan saya lebih memilih menunggu sampai ikrar itu terucap dengan syahdu.
Ikrar yang ketika di lafazkan niat dan janjinya terdengar sampai ke Arsy, yang para malaikat pun ikut mendoakan kesejahteraan bagi keduanya dan Ikrar itu adalah Ijab Kabul sepasang manusia yang dipertemukan oleh Allah dalam Walimatul Ursy disaksikan oleh penduduk bumi dan langit, dalam suka cita... Subhanallah
Bahkan lebih `keren`nya, ucapan janji itu tidaklah ditujukan kepada pasangan, melainkan kepada ayah kandung wanita itu. Maka seorang laki-laki yang bertanggung-jawab akan berikrar dan melakukan ikatan untuk menjadikan wanita itu sebagai orang yang menjadi pendamping hidupnya, mencukupi seluruh kebutuhan hidupnya dan menjadi `pelindung` dan `pengayomnya`. Bahkan `mengambil alih` kepemimpinannya dari bahu sang ayah ke atas bahunya
Bahkan lebih `keren`nya, ucapan janji itu tidaklah ditujukan kepada pasangan, melainkan kepada ayah kandung wanita itu. Maka seorang laki-laki yang bertanggung-jawab akan berikrar dan melakukan ikatan untuk menjadikan wanita itu sebagai orang yang menjadi pendamping hidupnya, mencukupi seluruh kebutuhan hidupnya dan menjadi `pelindung` dan `pengayomnya`. Bahkan `mengambil alih` kepemimpinannya dari bahu sang ayah ke atas bahunya
( huaaaah hikz..hikz..jadi berkaca-kaca, terharu membayangkannya )
Maka
pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai
tuhannya, dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dan Allah
telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas
penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah
Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil
pelajaran? (Al-Jatsiyah: 23)
Maka apakah orang yang
berpegang pada keterangan yang datang dari Tuhannya sama dengan orang
yang (syaitan) menjadikan dia memandang baik perbuatannya yang buruk itu
dan mengikuti hawa nafsunya? (Muhammad 14)
Ini kisahku, mana kisahmuu ????
Selasa, 14 Agustus 2012
0 komentar:
Posting Komentar