Senin, 18 November 2013

Mengelola Rasa Cemburu

Assalamuálaikum sahabat muslimah, ketemu lagi... Apa kabar pembaca setiaku?

Apa kabar juga Follower blog aku yang cuma 3 orang ini? Semoga kita semua selalu di Rahmati Allah, dalam keadaan sehat wal'afiat dan semakin Istiqomah di jalan Allah, Allahumma Aamiin, makasih loh udah rajin ngajakin temen-temen nya berkunjung ke blog aku (hahahah kepedean, aseli ini yang jadi follower emang temen sendiri juga, tapi mereka ga disuap ataupun dibayar kok, meskipun hanya dengan segelas es cendol buat jadi pembaca setia tulisan di blog aku) hehehe

Lama ga nge-blog karena sibuk dan ga ada ide, eh nemu artikel yang pas banget nih sama keadaan hati yang sedang merasakan kadang panas kadang mendung dan sedikit gerimis kayak musim pancaroba hehehe, cemburu atas apa yang bukan Hak-ku. *Catatan : Bukan Untuk Ditiru

Well ternyata banyak juga yang mengalami kejadian serupa, berdasarkan curhatan beberapa temen via BBM, yang dari awalnya "Cinta Dalam Diam sampe akhirnya ganti judul jadi Cinta Dalam Ikhlas". Kebanyakan sih perempuan nih yang sering mengalami hal ini, atau emang lelaki yang jago banget menyembunyikan perasaan nya? Ga ada yang salah dengan perasaan cemburu, yang salah adalah karena yang kita cemburui belum menjadi suami kita, beginilah akibatnya jika hati kita sudah terisi pada hal selain Allah, padahal cinta sejati pada manusia hanya dapat dirasa jika kita mencintai Allah diatas segala-galanya.

Eiiits jangan khawatir di artikel ini ada cara mengatasinya loh, ketika hati kita bergejolak panas membara merasakan api cemburu (Padahal lagi musim hujan juga masiiiiih aja ga mampu ngademin hati, yang ada malah banjir air mata di kamar hihihhi). Kalo diri ini belum bisa mengelola rasa cemburu itu sendiri, akibatnya jadi bumerang untuk diri sendiri yang mengitamkan hati, masih inget dong sama pepatah yang bilang "Be carefull for what you wish for" ucapanmu adalah doa mu, ga pengen kan prasangka kita malah jadi kenyataan, Naudzubillah.

Cekidot lah yuk belajar cara mengelola hati yang sedang cemburu, insya Allah bermanfaat buat bekal jadi istri nanti / buat yang sudah jadi Istri biar ga cemburu gelap ^_^

      Membahas tentang cemburu, sama seperti membahas tentang cinta. Rumusnya sebenarnya simpel, jika cinta karena Allah cemburunya pun karena Allah. Tapi jika cinta karena hawa nafsu, maka cemburunya pun karena hawa nafsu. Cinta karena Allah adalah cinta sebab ada pada seseorang sifat dan perilaku yang dicintai Allah. Dan yang pasti Allah hanya mencintai sifat dan perilaku yang menaati secara mutlak seluruh perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Pun, saat ujian menyapa.

       Apa sebenarnya cemburu itu? Banyak yang pernah merasakan tapi masih susah saat mendefinisikan. Pengertian paling sederhana adalah rasa tidak suka karena sikap dan perbuatan pasangan dengan orang lain. Ketika suami berjalan, berboncengan berduaan dengan wanita ajnabi, seorang istri shalihah pasti cemburu. Istri shalihah pun akan cemburu ketika didapati suaminya tengah asyik ber-sms, ber-BBM, ber-Facebook ria dengan wanita asing. Ini cemburu yang benar, cemburu karena Allah pun cemburu dengan perilaku seorang suami seperti itu. Mungkin bagi sebagian orang biasa, bukan masalah, tapi tidak bagi wanita shalihah.

       Islam telah mengatur sedemikian rupa bagaimana interaksi antar lawan jenis, sekalipun di dunia maya. Islam melarang berdua-duaan karena yang ketiganya adalah setan. Islam pun mengajarkan interaksi pria wanita hanya dalam tiga hal, pengobatan, pendidikan dan jual beli. Itupun masih lebih afdhal dilakukan sesama jenis, kecuali sikon tak memungkinkan.

      Cemburu, sebuah rasa yang Allah hadirkan sebagai suatu bentuk ujian pada manusia. Sama seperti cinta, sakit, dan luka. Dan yang namanya perasaan pasti berada di bawah kendali manusia. Memilih untuk diikuti, berarti cemburu yang menguasai kita, atau memilih untuk dikelola yang berarti cemburu berada di bawah kekuasaan kita.
Sejatinya ada dua jenis cemburu, yaitu cemburu yang Allah sukai dan yang tidak Allah sukai. Rasulullah bersabda: “Rasa cemburu ada yang disukai Allah dan ada pula yang tidak disukai-Nya. Kecemburuan yang disukai Allah adalah yang disertai alasan yang benar. Sedangkan yang dibenci ialah yang tidak disertai alasan yang benar (cemburu buta).” (HR. Abu Daud).

      Alasan yang benar di sini misalnya adalah karena pasangan melakukan pelanggaran syariat sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadits berikut:
Sa’ad bin Ubadah RA berkata: “Seandainya aku melihat seorang pria bersama istriku, niscaya aku akan menebas pria itu dengan pedang.
 ” Nabi saw bersabda: “Apakah kalian merasa heran dengan cemburunya Sa`ad? Sungguh aku lebih cemburu daripada Sa`ad dan Allah lebih cemburu daripadaku” (HR Bukhari Muslim).
      Bisa juga karena pasangan tidak memperhatikan hak-hak suami atau istrinya. Seperti yang melanda banyak orang di era serba digital seperti sekarang ini, yang memunculkan istilah, “yang jauh semakin dekat, yang dekat menjadi jauh.” Misal, istri yang lebih mengutamakan sms, BBM pria lain daripada memanfaatkan waktu memperhatikan suaminya. Atau suami yang lebih suka memilih membangunkan wanita lain untuk tahajud dan sahur daripada memperhatikan istrinya. Atau suami lebih memilih mengirim sms nasihat agama pada wanita yang bukan istrinya. Sekalipun ada hak suami untuk ta’aruf lagi, bukan berarti hak istri boleh diabaikan. Apalagi bila interaksi antar lawan jenis sudah bukan dalam koridor ta’aruf dan di luar tiga hal yang dibolehkan syara, seperti saling menanyakan kabar, minta didoakan, minta dibawakan oleh-oleh dan semisalnya.

“Sesungguhnya Allah cemburu, orang beriman cemburu, dan cemburu-Nya Allah jika seorang Mu’min melakukan apa yang Allah haramkan atasnya” (HR. Imam Ahmad, al-Bukhari dan Muslim).

       Jadi cemburu sesungguhnya adalah perasaan yang dianugerahkan Allah. Wajar bahkan wajib dimiliki untuk alasan yang dibenarkan. Ini berarti cemburu harus dikelola sedemikian rupa agar proporsional dan tidak mengotori hati, apalagi mengarah pada pelanggaran syariat. Pada perilaku dosa dan mendatangkan murka Allah. Betapa berbahayanya bila cemburu buta terjadi. Tak lagi si pencemburu buta takut pada Allah. Tak peduli lagi ia pada dosa. Tak malu ia melakukan tindakan apa saja, sekalipun menyebarkan aibnya sendiri. Hawa nafsu yang terus diperturutkan dapat melupakan banyak hal, termasuk kehormatan diri dan keluarganya.

     Sebagai contoh, di Samarinda, Kalimantan Timur seorang istri yang cemburu membakar suaminya hingga tewas (06/03/2013).
Di Tasikmalaya, seorang pemuda nekat membunuh seorang janda mantan kekasihnya yang dicemburuinya (20/02/2013).
Warga Desa Mojokerto cemburu dan gelap mata hingga akhirnya membacok seorang pria setelah melihat isi sms mesra istrinya dengan pria tersebut (08/03/2013).

     Rasulullah sendiri tidak akan membiarkan jika cemburu itu mendorong perbuatan yang diharamkan, misalnya mengghibah. Aisyah berkata, “Wahai Rasulullah, cukup bagimu Shafiyyah, dia itu begini dan begitu (pendek)”.
     Rasulullah berkata: “Sungguh engkau telah mengucapkan satu kata, yang seandainya dicampur dengan air laut, niscaya akan dapat mencemarinya” (HR Abu Dawud).
     Ketika mendapatkan Shafiyyah menangis Nabi bertanya, “Apa yang membuatmu menangis?” Shafiyyah menjawab, “Hafshah mencelaku dengan mengatakan aku putri Yahudi”. Nabi berkata menghiburnya, “Sesungguhnya engkau adalah putri seorang nabi, pamanmu adalah seorang nabi, dan engkau adalah istri seorang nabi. Lalu bagaimana dia membanggakan dirinya terhadapmu?”. Kemudian beliau menasihati, “Bertakwalah kepada Allah, wahai Hafshah” (HR An Nasa’i).

Berikut beberapa cara yang bisa dilakukan untuk menghindari perasaan cemburu buta:
  1. Selalu mengikatkan hati, lisan dan perbuatan pada aturan Allah. Ucapkan hanya kalimat-kalimat yang baik pada pasangan sekalipun sedang cemburu, sebab ucapan pun adalah doa. Hindari dari lisan yang mencaci maki, menghujat apalagi menghinakan, karena pasti akan menyakiti hati pasangan.
  2. Perbanyaklah berdzikir untuk menenangkan hati. Sibukkan diri dengan membaca Al-Quran, dan kalimah dzikrullah yang dituntunkan seperti subhanallah alhamdulillah laa illaha illallah Allahu Akbar.
  3. Memilih sabar dalam mengendalikan cemburu. Sesungguhnya sabar adalah penolong dan memiliki pahala tanpa batas.
  4. Berdoa memohon pertolongan Allah SWT dan membasahi hati serta lisan dengan istighfar. Pahami bahwa tanpa Allah, kita tak punya daya apa-apa.
  5. Selalu mengingat mati. Ini akan menjaga kita dari memilih perbuatan dosa dan menzhalimi pasangan.
  6. Bersikap qana’ah, menerima segala ketentuan Allah dengan lapang dada. Cemburulah hanya jika Allah pun cemburu.
  7. Bersyukur pada pasangan. Ingatlah segala kebaikannya dan maafkan kekhilafannya yang tidak disengaja. Sadari seutuhnya pasangan pun manusia biasa yang tidak luput dari kekurangan dan keterbatasan.
  8. Membangun kepercayaan dan keterbukaan dengan pasangan. Panggillah pasangan dengan kata-kata yang indah dan penuh cinta, seperti Rasulullah memanggil humaira pada ibunda Aisyah.
  9. Jauhi sifat dan perilaku dendam, apalagi dengan memanfaatkan kelembutan dan kebaikan hati pasangan. Jauhi mengandalkan bisikan setan seperti ini, “Sedendam apapun aku, sezhalim apapun aku….suatu saat nanti, beberapa tahun lagi… ia pasti akan memaafkanku dan membuka pintu hati untukku…karena cintanya padaku…selalu ada cara ia tak bisa melupakanku….ia akan kembali padaku.” Hemm sayang kita hidup di dunia nyata, bukan sinetron. Jadi berhentilah bermimpi dan berangan-angan.
  10. Jadilah manusia yang kuat, yang mampu menundukkan diri sendiri. Sederas apapun angin menerpa, sekuat apapun tekanan menghujam, sebesar apapun badai dan gelombang menghantam jangan pernah bawa dan menceritakan masalah pribadi dan pasangan pada orang lain, dunia luar yang sejatinya tak tahu apa-apa tentang kehidupan kita. Kita adalah pakaian bagi pasangan. Menyebarkan aib pasangan sama saja dengan mempertontonkan aib diri sendiri. Jangan salahkan siapapun jika suatu saat nanti bisa menusuk balik pada diri kita. Ingatlah sebuah peribahasa, “Mulutmu Adalah Harimau mu…” mulut kita sendiri yang justru akan menerkam diri.
  11. Senantiasa melakukan introspeksi diri. Jujurlah untuk menilai diri sendiri dengan patokan hukum syara. Katakan benar jika memang benar, dan berbesar hatilah mengakui jika memang salah. Jangan pernah menjadikan orang lain sebagai kambing hitam atas pilihan perbuatan kita, atas apa yang terjadi pada kita atau atas maksiat/ketidaktaatan yang pernah kita lakukan. Ali bin Abu Thalib menasihati, “kalau lupa dengan kesalahan diri, maka kesalahan orang lain akan lebih besar terlihat.”
Semoga kita semua terhindar dari perasaan cemburu yang merugikan kita sendiri dan orang lain, serta mengambil hikmah dari kejadian yang ada. Aamiin

Wallahu'alam

Sumber : www.dakwatuna.com

0 komentar:

Posting Komentar