Coba tanyakan kepada orang yang sudah menikah, hal-hal apakah yang mereka anggap paling sulit dalam kehidupan keluarga? Pasti jawabannya akan sangat beragam, tergantung pengalaman hidup masing-masing. Kompas.com pernah merilis hasil jajak pendapat yang digelar oleh situs SheKnows tahun 2010, yang diikuti oleh ribuan wanita pembacanya. Jajak pendapat tersebut menanyakan tentang hal-hal apakah yang paling sulit dalam pernikahan?
Hasilnya cukup menarik untuk disimak, sebagai bagian dari cara kita untuk melakukan evaluasi perjalanan kehidupan keluarga, atau untuk menyiapkan keluarga yang baik bagi para lajang. Ada lima hal yang paling sulit, menurut versi responden, dalam kehidupan berumah tangga. Karena sifatnya jajak pendapat, maka hasilnya tentu tidak bisa digunakan untuk membuat kesimpulan secara umum. Di Indonesia, harus dibuat jajak pendapat tersendiri.
Lima hal tersulit dalam kehidupan keluarga menurut versi SheKnows adalah sebagai berikut:
1. Berbicara dengan Pasangan
1. Berbicara dengan Pasangan
Aneh ya? Bicara adalah kebutuhan semua manusia, dan pekerjaan yang sangat mudah untuk dilakukan. Namun ternyata 36 persen responden menyatakan bahwa bagian tersulit dalam pernikahan adalah berbicara dengan pasangan. Data menunjukkan bahwa kurangnya komunikasi merupakan salah satu penyebab utama perceraian di Amerika. Saya kira, di Indonesia juga banyak problematika rumah tangga yang bermula dari kegagalan berkomunikasi.
Seperti sudah sering saya posting di Kompasiana, laki-laki dan perempuan memang memiliki banyak perbedaan, termasuk struktur otak mereka. Laki-laki dan perempuan juga berbeda dalam menghadapi kecemasan atau permasalahan hidup. Jurnal Psychological Review terbitan Juli 2000 mengungkapkan bahwa pria dan wanita mengatasi stres dengan cara berbeda. Perempuan cenderung mencari tempat curhat dari rekan-rekan perempuannya. Mengungkapkan rasa takut, mencari perhatian dari sesama perempuan, ternyata mampu menurunkan tingkat stres pada perempuan.
Sebaliknya, laki-laki lebih memilih diam ketika menghadapi masalah berat, atau bahkan menghilang dari pergaulan. Laki-laki akan berusaha menghindar ketika isterinya mulai mengatakan, “Kita harus bicara…”, karena hal itu berarti mereka harus mengungkapkan perasaan. Ini adalah ketakutan tersendiri bagi kebanyakan laki-laki. Banyak laki-laki menghadapi dalam bentuk melawan dengan sikap yang cenderung defensif, atau justru menjauh dari pasangan.
Ternyata, sekedar berbicara pun tidak cukup mudah. Maka harus ada kesepakatan sejak awal antara suami dan isteri, agar mereka selalu menjaga kenyamanan berbicara dan menjauhi sekat-sekat komunikasi.
2. Mempercayai Pasangan
Mempercayai pasangan adalah problem kedua yang dialami rata-rata pasangan. Sebanyak 24 persen responden mengakui hal tersebut. Ternyata banyak orang mengalami kesulitan untuk mempercayai pasangan. Padahal, kurangnya kepercayaan kepada pasangan bisa menjadi merusak kehidupan keluarga. “Hal ini bisa memisahkan keluarga, dan merupakan penghambat besar untuk pemulihannya,” kata Dr Neil Cannon, seorang konselor keluarga.
Sulit mempercayai pasangan bisa jadi bermula dari perbuatan mereka di masa lalu yang terbiasa ganti-ganti pasangan, atau perbuatan masing-masing dari suami atau isteri di masa sekarang yang suka selingkuh. Seorang suami yang hobi selingkuh, bisa jadi akan memiliki pikiran yang negatif kepada isterinya, jangan-jangan isteriku juga suka selingkuh diam-diam. Pikiran ini muncul karena demikian mudahnya ia mengajak selingkuh perempuan. Demikian pula bisa terjadi sebaliknya, apabila ada isteri yang suka selingkuh.
Jika landasan pernikahan mereka semata-mata karena dorongan syahwat dan kesenangan sesaat, tanpa landasan nilai-nilai moral yang bermuara kepada keimanan, maka saling curiga akan menjadi sesuatu yang sangat mudah terjadi. Tidak ada ikatan sakral yang membuat mereka bisa saling percaya satu dengan yang lainnya. Maka suami dan isteri harus memiliki ikatan nilai yang kuat dan jelas, sehingga bisa menjadi perekat kepercayaan di antara mereka.
3. Cara Menggunakan Uang
Bagaimana cara menggunakan uang, ternyata juga merupakan tantangan tersendiri dalam hubungan suami istri. Sebanyak 23 persen responden mengakui hal ini. Misalnya suami menggunakan uang untuk memenuhi selera dan hobinya yang tidak sama dengan isteri. Sang suami hobi memancing, isteri hobi bertaman. Isteri merasa sangat cemburu ketika melihat sang suami sering membeli perlengkapan memancing dengan harga mahal, padahal ia sangat ingin melengkapi koleksi bunga yang akan ditanam di halaman rumah.
Atau suami menganggap isteri sangat boros dalam membelanjakan harta, sehingga pengeluaran setiap bulan lebih besar dibanding dengan pemasukan rutin mereka. Hal-hal seperti ini sering terjadi dalam kehidupan keluarga, dan membuat pertengkaran berulang antara suami dengan isteri. Setiap isteri berbelanja barang baru, langsung mendapatkan komentar negatif dari suami. Ini adalah contoh kesulitan dalam membuat kesepakatan antara suami dan isteri tentang cara menggunakan uang.
Persoalan “cara menggunakan uang”, sebagiannya menyangkut masalah manajemen keuangan, sebagian lainnya masuk wilayah komunikasi antara suami dan isteri. Jika suami dan isteri mampu berkomunikasi dengan baik, cara menggunakan uang akan bisa disepakatio bersama.
4. Keyakinan dan Nilai dalam Keluarga
Persoalan keyakinan dan nilai-nilai dalam keluarga ternyata juga banyak menjadi penyulut masalah keluarga. Sebanyak 9 persen perempuan mengaku tidak setuju mengenai bagaimana cara membesarkan anak. Isteri dan suami berada dalam suasana yang sangat berbeda dalam menerapkan nilai-nilai bagi anak-anak mereka. Misalnya, isteri ingin agar menanamkan kesadaran beragama secara ketat sejak dini pada anak-anak, namun suami menganggap hal itu berlebihan.
Suami cenderung membiarkan anak sesuai dengan perkembangannya, sehingga suatu saat ketika anak-anak sudah dewasa akan bisa memilih sendiri keyakinan hidup dan agamanya. Cara terbaik untuk mengatasi perbedaan keyakinan adalah dengan mengutarakan pikiran masing-masing, dan mendengarkan apa harapan pasangan. Pahami pula latar belakang keluarga besar pasangan anda, dan bagaimana dulu ia dibesarkan. Kemudian mencoba untuk mencari titik temu terbaik dalam rangka membuat keluarga semakin harmonis dan bahagia.
5. Keluarga Siapa yang Harus Didahulukan?
Masalah yang terlihat sepele, namun ternyata cukup rumit, adalah memutuskan keluarga siapa yang harus didahulukan? Sebanyak 6 persen perempuan mengeluhkan persoalan menghabiskan waktu dengan keluarga pasangannya pada hari raya keagamaan. Meluangkan waktu satu hari khusus dalam setahun untuk keluarga pasangan ternyata begitu berat untuk beberapa kalangan, seperti tampak dalam hasil jajak pendapat tersebut.
Di kalangan masyarakat kita, banyak suami dan isteri bertengkar soal bantuan uang untuk keluarga besar. Dengan kemampuan ekonomi yang masih terbatas, suami merasa harus membantu orang tuanya di kampung yang sudah pikun. Ternyata hal ini memicu kecemburuan isteri, “Kamu selalu lebih mementingkan orang tua kamu daripada orang tuaku”. Sebaliknya, isteri diam-diam memberikan bantuan kepada orang tuanya yang akhirnya menyulut masalah dengan suami.
Persoalan inipun sesungguhnya masih masuk dalam bab komunikasi suami isteri. Apabila mereka telah memiliki pola komunikasi yang bagus, maka mereka akan mudah menyelesaikan persoalan “keluarga siapa yang harus didahulukan”, karena berprinsip semua harus diutamakan dan tidak boleh meninggalkan yang lainnya.
0 komentar:
Posting Komentar