Setelah lama gak produktif dalam menulis blog, kali ini saya mau berbagi cerita tentang diskusi forum Parenting yang saya ikuti, rekomendasi sahabat baik saya agar saya mengikuti forum tersebut, dan kali ini membahas perencanaan keuangan keluarga. Maklum yaa karena status saya sekarang sudah jadi nyonya, maka saya harus aktualisasi diri sebagai Istri, dan calon Ibu, lalu bagaimana mengelola keuaangan yang baik dan tercapai tujuan keluarga
yang Samawa, yang sejahtera dan bermanfaat untuk sesama. Sebenernya perencanaan keuangan ini bisa diterapkan semua pihak, termasuk yang belum berkeluarga (Menikah).
Karena menurut praktisi dan dosen di FEUI, juga pembicara Perencanaan Keuangan dalam forum parenting, mba
Kikau (Kaukabus Syarqiah). Perencanaan Keuangan
adalah hal yang sebenernya biasa kita lakukan dalam kehidupan sehari-
hari, Misalnya : Punya cita-cita pergi umroh dan haji, pengen kuliah
lagi, pengen punya rumah, dll.Kita punya niat, kita nabung dan kita beli.
Senin, 22 Desember 2014
Senin, 17 November 2014
Pendidikan Anak Tanggung Jawab Orang Tua
Kita yang sudah menjadi orang tua tentu senantiasa berharap, berdo’a dan berusaha semaksimal mungkin agar anak-anak kita kelak menjadi anak-anak yang shalih, anak-anak yang bermanfaat. Namun siapa yang bertanggung jawab menjadikan mereka anak shalih, apakah orang tua? Ataukah sekolah dan para gurunya?
Beruntungnya Orang Tua Yang Memiliki Anak Shalih
Beruntungnya Orang Tua Yang Memiliki Anak Shalih
Kamis, 27 Februari 2014
Suami Haruslah Setegar Pilar
Ini benar-benar kunci keutuhan dan kebahagiaan rumah tangga. Jika suami istri memegang kuat-kuat konsep An Nisa’: 34, maka itulah jaminan berlayarnya bahtera tanpa masalah berarti walau ombak bisa menggulung setinggi gunung. Tetapi jika sebaliknya, yang terjadi adalah ketidaknyamanan terus menghantui sejak di pelabuhan pertama hingga sampan mulai dikayuh. Apalagi ketika langit mulai gelap.
Ayat ini sudah dilupakan oleh banyak keluarga muslim. Sehingga para suami kehilangan kendali kepemimpinan dan kelayakannya sebagai pendidik. Pelan tapi pasti, kewibawaan suami menghilang hingga hampir-hampir sirna. Bahkan telah ada yang sirna. Tak ada lagi sorot mata berwibawa penuh makna yang tak perlu mengeluarkan instruksi tetapi telah dipahami istri dan dilaksanakan.
Ayat ini sudah dilupakan oleh banyak keluarga muslim. Sehingga para suami kehilangan kendali kepemimpinan dan kelayakannya sebagai pendidik. Pelan tapi pasti, kewibawaan suami menghilang hingga hampir-hampir sirna. Bahkan telah ada yang sirna. Tak ada lagi sorot mata berwibawa penuh makna yang tak perlu mengeluarkan instruksi tetapi telah dipahami istri dan dilaksanakan.
Kamis, 23 Januari 2014
Begitulah Cara Mereka Membalikkan Pemikiran Kita
Ada sepenggal cerita yang seharusnya membuka pemikiran kita, bagaimana selama ini kita sudah di bolak-balikan pola fikirnya menjadi sedemikian rupa agar yang bathil tampak seperti perbuatan keseharian yang biasa kita lakukan, sementara di luar sana para penjajah pemikiran merasa menang atas tipu daya yang mereka lakukan terhadap ummat Muslim di dunia.
Lantas apakah setelah terjadi propaganda pemikiran yang mereka lakukan, kita hanya berdiam diri saja melihat generasi setelah kita tergerus oleh pemikiran dan mengekor kebiasaan yang salah? Atau kita turut ambil bagian menjadi salah satu penggerak dimana perubahan harus terjadi, mungkin mengembalikan pola fikir yang salah tidaklah mudah, namun kita bisa turut ambil bagian untuk tidak meneruskan kebathilan.
Semangat generasi muda pejuang Islam yang lebih baik!!! Kita bisa jika kita mau dan berusaha untuk memperbaikinya. Dan jangan berkomentar sebelum bertindak, lakukan saja dan kita lihat apa yang akan terjadi, memang ga akan instan perubahan terjadi, tapi langkah kecil menjadi berarti dari pada enggak melangkah sama sekali..
Ibu Guru berkerudung rapi tampak bersemangat di depan kelas sedang mendidik murid-muridnya dalam pendidikan Syari’at Islam. Di tangan kirinya ada kapur, di tangan kanannya ada penghapus.
Ibu Guru berkata, “Saya punya permainan.
Caranya begini, di tangan kiri saya ada kapur, di tangan kanan ada penghapus.
Jika saya angkat kapur ini, maka berserulah “Kapur!”, jika saya angkat penghapus ini, maka berserulah “Penghapus!”
Murid muridnya pun mengerti dan mengikuti.
Ibu Guru mengangkat silih berganti antara tangan kanan dan tangan kirinya, kian lama kian cepat.
Beberapa saat kemudian sang guru kembali berkata, “Baik sekarang perhatikan. Jika saya angkat kapur, maka berserulah “Penghapus!”, jika saya angkat penghapus, maka katakanlah “Kapur!”. Dan permainan diulang kembali.
Langganan:
Postingan (Atom)